Oh..
Masa SMA merupakan kumpulan kisah-kisah
manis pra dan pascaremaja dalam hidup siapapun (kecuali nggak dihayati). Jika
seseorang banyak membuang waktu di masa-masa tersebut hanya untuk belajar
matematika, hemmm..rugi besar. Ada kalanya kita perlu me-refresh otak kita
untuk hal-hal yang menyenangkan walau hal tersebut tidak penting. Nah kisahku
ini contohnya.
Suatu pagi tak seperti biasa aku datang
lebih pagi ke sekolah. Karena apa? Karena saya piket saudara-saudara.. Wali
kelasku menekankan kepada petugas piket untuk datang lebih pagi, sekitar 30
menit sebelum berbunyi. Mm, datang pagi sih gampang, piketnya bung.. Minimal
harus merelakan tangan ini bermain dengan masker alami (tanah kompos) dan stick
cangkul super seksi. Yap, dan kami pun berkebun.
Aku dan 4 rekan piketer lainnya mulai
menjalankan rutinitas harian itu dengan sangat gembira dan wajah yang ceria
(sedikit didramatisir). Merapikan taman, menyiram bunga, menggemburkan tanah,
mencabuti tanaman liar, hingga bermain cacing untuk menakuti teman yang
lainnya,,hahaha. Selang 15 menit sebelum bel berbunyi, wali kelas kami datang
mengecek kondisi kelas dan memantau kami yang sedang piket. Namun..
“Jadi kalian berlima yang piket hari
ini?”, Bu Ramlah wali kelasku bertanya tanpa ekspresi dan raut muka tajam. Wali
kelasku yang biasanya bersikap ramah dan lembut tuturnya terlihat berbeda hari
ini. Apakah dia sedang marahkah, badmood-kah, bosan menjadi gurukah, kenapakah?
Mungkin baju yang dikenakannya kesempitan, jadi memicu organ dalamnya trus beraksi
dalam kondisi yang sesak, beliau pun naik darah. Atau mungkin bosan memiliki
anak didik seperti kami yang kerjanya hanya bisa main cacing, keong, dan ulat
saat piket kebun kelas. Atau mungkin..cukup..cukup ibu, kami sayang ibu, jangan
buang kami..:’(
“Iya bu”, jawab kami takut. Bu Ramlah tak
menyaut dan meninggalkan kami begitu saja masuk ke dalam kelas untuk memberikan
pengarahan rutin sebelum jam pertama. Kami berlima saling berpandangan. Bunga telah disiram dengan merata, tanah juga
sudah digemburkan, buang tanaman liar apalagi. Bersih-bersih kelas juga telah
kami tuntaskan kemarin usai pulang sekolah. Bel masuk jam pertama telah
berbunyi, Bu Ramlah berjalan meninggalkan kelas melewati kami yang masih
merenung di luar. Tanpa ekspresi Bu Ramlah berjalan melewati kami, without a
word, without a smile.
Kami berlima tak konsen mengikuti pelajaran
Fisika di jam pertama. Ada apa dengan Bu ramlah? Beliau tidak pernah seperti
itu kalaupun ada diantara kami yang melakukan kesalahan. Sebegitu besarkah
salah kami? Baiklah, ini tidak bisa dibiarkan. Aku…ya aku, aku yang dengan
gagah beraninya mendatangi kantor guru yang letaknya di belahan dunia bagian
utara pelosok tanah air areal sekolahku.
Aku melihatnya di tempat kerjanya. Aku mendatanginya. Beliau melihatku. Aku
tersenyum padanya. Beliau membalas diam. Jantungku tiba-tiba berdebar.
Baiklah..
“Bu, maaf ya tadi. Bunga yang Ibu suruh
tanam kemarin layu karena kami lupa nyiramnya bu..”,ungkapku membuka
pembicaraan.
“iya gak papa”, jawabnya singkat. Ya
ampun, pake diriku pake ngaku segala. Makin badmood nih pasti Bu Ramlah.
Mukanya masih tetap datar, tak berekspresi, tanpa senyuman, tanpa membalas
topik baru.
“ gak marah kan, Bu?”, tanyaku lagi.
“Gag papa nak..Oiya, nanti tolong bilang
ke yang lainnya ya, kayaknya kita gak usah masuk jam terakhir nanti. Ibu sakit gigi ni, susah la mau ngomong, jadi
susah ngpa-ngapai”, akunya sambil terus memegang kedua pipi dan jarinya.
Oh..
0 comments:
Post a Comment